Senin, 14 September 2015

KEBAYANGKAN SAKITNYA DIGITUIN?!

Semula tulisan ini ingin saya beri judul "Negeri Darurat Kepercayaan". Namun terkesan terlalu serius dan seperti ikut-ikutan dengan tagline sebuah stasiun televisi yang mengangkat tema "Darurat Asap". Akhirnya saya berpikir dengan sedikit alay dan bertemulah dengan judul di atas. Karena tulisan ini mengangkat tema tentang kepercayaan, maka saya berharap para pembaca memiliki interpretasi yang sama tentang kata "digituin" pada judul di atas. Jadi, jangan berpikir yang bukan-bukan ya. :)

Kepercayaan memang menjadi barang langka yang sulit ditemui saat memulai interaksi sosial di negeri ini. Kalaupun ada tentulah dengan kadar yang seperlunya saja. Interaksi sosial yang kebanyakan terjadi di sekeliling kita sebagian besarnya adalah simbiosis parasitisme. Simbiosis yang hanya berfokus pada keuntungan pribadi tanpa peduli keadaan yang lain. Interaksi seperti inilah yang saya maksudkan sebagai pengkhianatan.

Ketika saya dan istri baru pulang dari sebuah perjalanan dengan membawa sebuah koper dan tas ransel dan menawar becak dari simpang menuju ke rumah yang harganya hanya berkisar lima ribu hingga delapan ribu rupiah saja, namun oleh sang supir becak diberi harga sampai dua puluh ribu rupiah. Mungkin sang supir becak menganggap kami sebagai "turis" yang tidak mengetahui tempat yang kami tuju sehingga dia memberi harga sefantastis itu dengan harapan mendapat keuntungan yang besar, dan kami harus bersitegang untuk menjelaskan bahwa kami bukanlah pendatang. Dan kalaupun kami turis apakah harga yang ditawarkan sang supir becak bisa dianggap wajar?

Interaksi di atas mungkin saja pernah anda alami, dan interaksi seperti inilah yang jamak kita temui di negeri ini. Interaksi yang tidak membangun rasa saling percaya karena telah di awali dengan keinginan mendapatkan keuntungan sesaat. Interaksi seperti ini bukanlah interaksi yang diharapkan akan berlangsung lama.

Membangun kepercayaan memang hal yang jarang sekali kita ikutkan saat mulai berinteraksi dengan orang lain, terlebih kepada orang yang baru kita kenal atau terhadap interaksi yang kita anggap tidak akan terjadi untuk kedua kalinya. Padahal, jika kita memahami bahwa membangun kepercayaan akan mengundang respon positif dari lawan bicara kita dan membangun image pribadi yang luwes dan terbuka. Di samping itu, kita tidak pernah tahu peristiwa yang akan kita alami di masa yang akan datang dan ini artinya membuka kemungkinan bahwa interaksi tersebut akan berlanjut. Dan coba bayangkan bagaimana hasilnya jika interaksi tersebut pernah diawali dengan peristiwa pengkhianatan?

Kepercayaan adalah hal yang sangat berharga. Sekali ia hilang maka akan sulit sekali untuk mengembalikannya. Dan bisa dipastikan tidak seorangpun ingin dicap sebagai orang yang tidak bisa dipercaya atau mengalami peristiwa pengkhianatan. Kalau sudah begitu, kebayangkan sakitnya digituin?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar