Suatu ketika Rasulullah SAW didatangi sekelompok orang-orang Arab
Badui yang mengungkit-ungkit keberimanan mereka. Mereka mengklaim bahwa
keberimanan telah bersemayam dalam hati mereka pada saat pertama kali mereka
masuk islam. Mereka juga menganggap bahwa keimanan mereka adalah nikmat bagi
Rasulullah karena mereka beriman tanpa melalui peperangan terlebih dahulu.
Namun, Allah SWT menyanggah pernyataan mereka dengan menurunkan ayat
berikut :
"Orang-orang
Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu
belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk
ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan
mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang
yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak
ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada
jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. Katakanlah: "Apakah
kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, Padahal Allah mengetahui
apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha mengetahui segala
sesuatu? Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka.
Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan
keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan
menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar.
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha
melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hujaraat : 14 – 18)
Ayat
di atas menunjukkan adanya perbedaan kedudukan antara telah berislam (muslim)
dan telah beriman (mukmin). Dan terlihat bahwa keberimanan memiliki kedudukan
lebih dari keberislaman. Namun, orang Arab badui tersebut bukanlah termasuk
orang munafik. Mereka ditegur karena dengan cepat mengaku beriman sekalipun
iman itu belum masuk ke dalam hati-hati mereka disebabkan mereka baru memeluk
islam dan belum diuji keberimanan mereka. Jadi, ayat-ayat di atas merupakan
pengarahan dan pengajaran bagi mereka untuk menumbuhkan keimanan dengan cara
terus melakukan ketaatan kepada Allah SWT, dan Allah SWT tidak akan mengurangi
pahala amalan-amalan tersebut.
Berkaitan
dengan shaum ramadhan, seringkali kita diperdengarkan firman Allah SWT dalam
surat Al-Baqarah berikut :
Hai
orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan
atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah : 183)
Pertanyaannya
adalah “siapakah yang diseru Allah untuk menjalankan ibadah shaum?” dan
“siapakah yang menyambut seruan itu?”.
Dalam
ayat tersebut Allah SWT jelas menyeru kepada orang-orang yang beriman. Dan yang
menyambut seruan tersebut tentulah orang-orang yang merasa beriman. Dalam hal
ini, rasa beriman merupakan titik awal untuk memenuhi seruan dan melaksanakan
ketaatan. Hanya mereka yang merasa beriman yang akan memenuhi perintah Allah
SWT untuk melaksanakan shaum. Dengan demikian rasa beriman merupakan tangga
awal yang harus dijajaki seorang yang telah berislam (telah tunduk) yang
kemudian keberimanan itu akan diuji kebenarannya sebagaimana firman Allah SWT
berikut :
Apakah
manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah
beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan Sesungguhnya Kami telah menguji
orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang
yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS.
Al-Ankabut : 2-3)
Rasa
beriman inilah yang kemudian mampu menjelaskan mengapa di awal ramadhan seluruh
umat islam begitu antusias memenuhi seruan untuk melaksanakan shaum dan
mendirikan malamnya. Dan dalam perjalanannya, rasa beriman itu di uji kebenarannya
dalam melaksanakan shaum dan ketaatan lainnya. Mereka yang sekedar merasa-rasa
telah beriman tentu tidak akan bertahan dalam ibadahnya, sedangkan mereka yang
benar rasa berimannya maka akan benarlah keimanannya dan akan membuahkan
pribadi yang taqwa sebagai hasil dari ibadah shaum yang dijalankan.