Sabtu, 04 Juli 2015

SHAUM RAMADHAN : SEBUAH PERJALANAN IMAN DARI MERASA BERIMAN HINGGA BENAR IMANNYA (Refleksi Perjalanan Separuh Ramadhan 1436 H)

Suatu ketika Rasulullah SAW didatangi sekelompok orang-orang Arab Badui yang mengungkit-ungkit keberimanan mereka. Mereka mengklaim bahwa keberimanan telah bersemayam dalam hati mereka pada saat pertama kali mereka masuk islam. Mereka juga menganggap bahwa keimanan mereka adalah nikmat bagi Rasulullah karena mereka beriman tanpa melalui peperangan terlebih dahulu.

Namun, Allah SWT menyanggah pernyataan mereka dengan menurunkan ayat berikut :
"Orang-orang Arab Badui itu berkata: "Kami telah beriman". Katakanlah: "Kamu belum beriman, tapi Katakanlah 'kami telah tunduk', karena iman itu belum masuk ke dalam hatimu; dan jika kamu taat kepada Allah dan Rasul-Nya, Dia tidak akan mengurangi sedikitpun pahala amalanmu; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. mereka Itulah orang-orang yang benar. Katakanlah: "Apakah kamu akan memberitahukan kepada Allah tentang agamamu, Padahal Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu? Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: "Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah, Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan." (QS. Al-Hujaraat : 14 – 18)

Ayat di atas menunjukkan adanya perbedaan kedudukan antara telah berislam (muslim) dan telah beriman (mukmin). Dan terlihat bahwa keberimanan memiliki kedudukan lebih dari keberislaman. Namun, orang Arab badui tersebut bukanlah termasuk orang munafik. Mereka ditegur karena dengan cepat mengaku beriman sekalipun iman itu belum masuk ke dalam hati-hati mereka disebabkan mereka baru memeluk islam dan belum diuji keberimanan mereka. Jadi, ayat-ayat di atas merupakan pengarahan dan pengajaran bagi mereka untuk menumbuhkan keimanan dengan cara terus melakukan ketaatan kepada Allah SWT, dan Allah SWT tidak akan mengurangi pahala amalan-amalan tersebut.

Berkaitan dengan shaum ramadhan, seringkali kita diperdengarkan firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah berikut :
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah : 183)

Pertanyaannya adalah “siapakah yang diseru Allah untuk menjalankan ibadah shaum?” dan “siapakah yang menyambut seruan itu?”.

Dalam ayat tersebut Allah SWT jelas menyeru kepada orang-orang yang beriman. Dan yang menyambut seruan tersebut tentulah orang-orang yang merasa beriman. Dalam hal ini, rasa beriman merupakan titik awal untuk memenuhi seruan dan melaksanakan ketaatan. Hanya mereka yang merasa beriman yang akan memenuhi perintah Allah SWT untuk melaksanakan shaum. Dengan demikian rasa beriman merupakan tangga awal yang harus dijajaki seorang yang telah berislam (telah tunduk) yang kemudian keberimanan itu akan diuji kebenarannya sebagaimana firman Allah SWT berikut :
Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: "Kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi?  Dan Sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, Maka Sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan Sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta. (QS. Al-Ankabut : 2-3)


Rasa beriman inilah yang kemudian mampu menjelaskan mengapa di awal ramadhan seluruh umat islam begitu antusias memenuhi seruan untuk melaksanakan shaum dan mendirikan malamnya. Dan dalam perjalanannya, rasa beriman itu di uji kebenarannya dalam melaksanakan shaum dan ketaatan lainnya. Mereka yang sekedar merasa-rasa telah beriman tentu tidak akan bertahan dalam ibadahnya, sedangkan mereka yang benar rasa berimannya maka akan benarlah keimanannya dan akan membuahkan pribadi yang taqwa sebagai hasil dari ibadah shaum yang dijalankan.